|
Haji dan Unroh |
Amalan haji dan umroh ada tiga
macam :
1. RUKUN, sesuatu yang harus dilakukan yang menjadi
sahnya haji dan tidak bisa diganti atau ditebus dengan membayar dam, puasa,
ith’am atau diwakilkan, apabila ada salah satu rukun selain wuquf yang belum
dilakukan atau dilakukan tetapi tidak sah, maka tidak bisa tahalul, sehingga
dilakukan dengan sah, dan apabila yang ditinggalkan itu wuquf maka bisa
tahallul dengan lebih dahulu melakukan amalan umroh (thowaf, sa’I, potong
rambut).
2. WAJIB, sesuatu yang harus dikerjakan, apabila
ditinggalkan maka wajib membayar dam, tapi ibadah hajinya tetap sah.
3. SUNNAH, yaitu amalan-amalan yang apabila dikerjakan
mendapat pahala dan bila ditinggalkan tidak mempengaruhi sahnya haji dan tidak
wajib membayar dam.
I.
RUKUN HAJI
a.
Niat Ihram Haji
b.
Wuquf di Arofah
c.
Thowaf Ifadlah
d.
Sa’i
e.
Cukur (Memotong rambut
sedikitnya 3 helai)
f.
Tartib
II.
WAJIB HAJI
a.
Ihram dari miqot
b.
Mabit / Bermalam di
Muzdalifah
c.
Mabit / Bermalam di Mina
d.
Melempar Jumroh (kalau
udzur bisa diwakilkan)
e.
Menjahui larangan karena
ihram
f.
Thowaf Wada’
III.
SUNNAH HAJI
a.
Mandi Ihram
b.
Berpakaian Putih
c.
Sholat Sunnah Ihram
d.
Memakai wangi-wangian
sebelum niat ihram
e.
Membaca Talbiyah
f.
Thowaf Qudum (Bagi Haji
Ifrad)
g.
Sholat Sunnah Thowaf
IV.
RUKUN UMROH
a.
Niat Ihram Haji
b.
Thowaf
c.
Sa’i
d.
Cukur (Memotong rambut
sedikitnya 3 helai)
e.
Tartib
V.
WAJIB UMROH
a.
Ihram dari miqot
b.
Menjahui larangan karena
ihram
VI.
SUNNAH UMROH
a.
Mandi Ihram
b.
Berpakaian Putih
c.
Sholat Sunnah Ihram
d.
Memakai wangi-wangian
sebelum niat ihram
e.
Membaca Talbiyah
f.
Sholat Sunnah Thowaf
IHRAM DAN MIQATNYA
Miqat Makani ialah
tempat memulai ihram bagi orang yang melakukan ibadah haji dan umroh. Adapun
miqat bagi jama’ah haji yang datang dari Indonesia yang langsung menuju Mekkah
ialah Yulamlam, namun menurut Ibnu Hajar boleh Ihram dari Jeddah (King
Abdul Aziz), namun bagi jama’ah yang langsung ke Madinah tidak
Ihram dari Jeddah. Tetapi nanti setelah berangkat dari Madinah menuju Mekkah
maka ia melakukan Ihram dari tempat yang bernama BIR ALY. Adapun
cara ihram ialah terlebih dahulu kita mandi ihram, kemudian sholat ihram dua
roka’at dengan terlebih dahulu memakai wangi-wangian, kemudian setelah
menjelang keberangkatan menuju Mekkah kita niat naik haji atau umrah dalam
hati.
Lafadz niat haji :
نَوَيْتُ اْلحَجَّ وَاَحْرَمْتُ بِهِ لِلَّهِ تَعَالَى
Artinya : Saya berniat haji dan berihram karena Allah.
Lafadz niat umrah :
نَوَيْتُ اْلعُمْرَةَ وَاَحْرَمْتُ بِهَا لِلَّهِ تَعَالَى
Artinya : Saya berniat umroh dan berihram karena Allah.
LARANGAN
BAGI ORANG IHROM
Hal-hal yang haram bagi orang
yang sedang ihrom ada tiga bagian :
1. Khusus bagi laki-laki
a.
Memakai pakaian yang
bersambung melingkar seperti kaos, baju, celana dalam dan sebagainya.
b.
Menutupi kepala dengan
satir atau tutup seperti berkopyah, bersurban, meletakkan sapu tangan
2. Khusus bagi wanita, haram :
a.
Menutup muka / wajah
dengan cadar atau memakai masker
b.
Memakai kaos tangan,
namun ada sebagian ulama’ berpendapat bahwa wanita boleh memakai kaos tangan
3. Bagi laki-laki atau wanita
a.
Memotong, mencabut atau
menghilangkan rambut kepala atau yang lainnya, begitu juga memotong kuku dengan
cara apapun
b.
Memakai wewangian, yaitu
memakai segala sesuatu yang bau wanginya menjadi tujuan, seperti minyak wangi,
sabun wangi, juga haram memakai deodorant, shampo dan sejenisnya. Apabila bau
wanginya tidak menjadi tujuan seperti obat, apel dan sebagainya, maka hukumnyan
tidak haram
c.
Memakai minyak rambut
walaupun tidak wangi
4. Mubasyaroh, (bersentuhan kulit) suami istri dengan syahwat.
5. Berburu atau membunuh binatang-binatang liar darat yang halal dimakan.
Apabila dilanggar maka wajib memotong ternak yang seimbang seperti : membunuh
kijang, wajib memotong kambing, demikian ini disengaja atau tidak.
6. Memotong atau mencabut tumbuh-tumbuhan atau pepohonan yang tumbuh
sendiri. Apabila dilanggar, maka wajib memotong kambing untuk pohon kecil dan
sapi untuk pohon besar.
7. Aqad nikah sebagai suami atau sebagai wali, larangan ini tidak ada
damnya, sebab aqad nikahnya tidak sah.
8. Jima’ (Bersetubuh), apabila terjadi maka wajib memotong onta, apabila
tidak mampu, maka wajib memotong sapi dan hajinya rusak, namun harus
melanjutkannya dan wajib qodlo’
CATATAN :
1.
Larangan
di atas yang bersifat tamatu’ (bersenang-senang) selain jima’ seperti memakai
wangi-wangian, menutup kepala dan sebafainya, apabila dilanggar dengan sengaja
dan tidak dipaksa oleh orang lain maka wajib membayar dam berupa kambing atau
puasa tiga hari (boleh dilakukan di mana saja) atau mengeluarkan makanan 7,5 kg
untuk 6 orang miskin di tanah haram
2.
Larangan
bersifat Itlaf (merusak) selain membunuh buruan dan memotong pepohonan seperti
: memotong rambut, atau kuku dan sebagainya apabila dilanggar, maka wajib
membayar dam seperti damnya tamatu’ sengaja atau tidak, kecuali apabila
rontoknya rambut pada waktu tidur maka hukumnya tidak wajib membayar dam
3.
Memotong
satu rambut atau kuku wajib membayar satu mud (6,25 ons) makanan (beras). Memotong
dua rambut atau kuku wajib membayar dua mud (1,25 kg) makanan (beras).
Sedangkan Memotong tiga / lebih rambut / kuku, wajib membayar dam dengan
memotong satu kambing atau puasa 3 hari atau ith’am (7,5 kg beras).
4.
Melakukan
jenis larangan di atas karena udzur, seperti sakit hukumnya boleh, tetapi tetap
wajib membayar dam, apabila melakukan lebih dari satu kali (seperti sakit
hernia perlu terus memakai celana) dan belum membayar dam sama sekali, maka
wajib membayar dam sebanyak dia melakukan larangan. Namun ada sebagian ulama’
yang berpendapat bahwa hanya wajib membayar satu dam.
5.
Selain
larangan-larangan tersebut di atas hukumnya tidak haram seperti mandi, membasuh
kepala, hanya saja harus hati-hati agar supaya rambutnya tidak ada yang rontok.
Thowaf itu ada 5 macam :
1. Thowaf Qudum, yaitu thowaf yang dilakukan oleh orang yang
baru datang di Mekkah dalam ihrom haji, hukumnya sunnah.
2. Thowaf Ifadlah, yaitu thowaf rukun haji yang dilakukan
setelah melakukan wuquf, dan sunnahnya dilakukan setelah melempar jumroh aqobah
dan cukur / gunting rambut.
3. Thowaf Wada’, yaitu thowaf yang dilakukan pada waktu akan
berangkat meninggalkan Mekkah. Bagi orang haji atat lainnya thowaf ini hukumnya
wajib, menurut sebagian uluma’ hukumnya sunnah.
4. Thowaf Umroh
5. Thowaf Sunnah
CARA THOWAF
Pertama-tama kita
berdiri mengahadap lurus ke arah hajar aswad dengan menjadikan hajar aswad
lurus kepada bahu kanan (apabila mungkin), kemudian niat :
نَوَيْتُ أنْ أطُوْفَ بِهَذَا اْلبَيْتِ لِلَّهِ تَعَالَى. بِسْمِ اللهِ اللهُ أكْبَرُ
(Untuk selain thowafnya haji dan umroh).
Selanjutnya mencucup hajar aswad bila mungkin, dan apabila tidak mungkin
(seperti di musim haji sekarang) maka cukup dengan isyarat tangan lalu mencucup
tangan tersebut kemudian berjalan dengan posisi ka’bah berada di sebelah kiri
kita.
Perlu diingat bahwa
dalam Thowaf jangan sampai anggota badan kita masuk dalam lingkaran ka’bah,
termasuk Hijr Ismail dan Syadzaruwan (pondasi ka’bah) oleh karenanya apabila tangan
kita menyentuh ka’bah atau di atas Hijr Ismail maka thowaf kita tidak sah.
Kemudian sesampainya
kita di rukun yamani kita isyarat dengan tangan (khusus laki-laki) selanjutnya
kita mencucup tangan sambil berdo’a :
رَبَّنَا أتِنَا فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى اْلأخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ
Kemudian setelah sampai di lurusnya hajar aswad, kita isyarat kepada
hajar aswad sambil membaca :
بِسْمِ اللهِ اللهُ أكْبَرُ
Demikianlah seterusnya hingga 7 kali putaran, dan kita akhiri thowaf
ditempat lurus kepada hajar aswad sebagaimana kita mulai thowaf dengan lebih
sedikit maju ke arah pintu ka’bah, agar supaya kita benar-benar yakin bahwa
thowaf kita sempurna.
Di dalam thowaf
hendaknya kita memperbanyak membaca do’a dan sholawat, setelah selesai thowaf 7
kali putaran, kita sholat Sunnatut Thowaf dua rokaat di belakang maqom ibrahim
kemudian minum air zam-zam.
SYARAT-SYARAT
THAWAF
Untuk sahnya Thawaf harus memenuhi 8 (delapan) syarat yaitu:
1.
Wajib menutup aurat
sebagaimana dalam kitab. Oleh karenanya jangan sampai auratnya terlihat
walaupun hanya rambut bagi wanita.
2.
Wajib niat untuk selain
Thawaf haji dan Umrah, sedangkan dalam Thawaf
haji dan umrah tidak wajib niat.
3.
Memulai Thawaf dan
mengakhirinya di tempat yang lurus kepada Hajar Aswad.
4.
Wajib berada di sebelah
kanan Ka’bah (Ka’bah berada di sebelah kiri orang yang Thawaf).
5.
Thawaf wajib 7 (tujuh)
kali putaran.
6.
Jangan sampai anggota
badan masuk ke dalam lingkaran Ka’bah termasuk Hijir Isma’il dan Syadzaruwan.
Namun ada satu qaul/ pendapat yang mengatakan bahwa tangan menyentuh Ka’bah
tidak merusak Thawaf.
7.
Wajib suci dari najis,
badan, pakaian, dan tempat yang diinjak.
8.
Harus suci dari hadats
kecil dan besar, apabila sampai batal wudlu’nya, maka wajib wudlu’ kemudian
melanjutkan Thawaf dan tidak wajib mulai dari awal.
CATATAN :
Oleh karena dalam Thawaf sangat
sukar menghindari persentuhan antara laki-laki dan perempuan, maka untuk
menyelamatkan Thawaf kita agar tetep
sah, hendaknya :
1.
Dalam
wudlu’ untuk Thawaf kita mengikuti
madzhab Hanafi dalam fardlu dan syaratnya, sehingga apabila terjadi persentuhan
laki-laki dan perempuan selama tidak intisyar, maka tidak batal wudlu’nya.
2.
Apabila
terlanjur berwudlu’ menurut madzhab Syafi’i, maka mengikuti qaul/ pendapat
maqobilul mu’tamad yang membolehkan talfiq, dalam ibadah, yakni dalam wudlu’
mengikuti madzhab Syafi’i sedang batalnya mengikuti madzhab Hanafi sehingga
tidak batal wudlu’nya bila terjadi persentuhan.
WUDLU’
MADZHAB HANAFI
Wudlu’ dalam madzhab Hanafi pada
prinsipnya sama seperti wudlu’ madzhab Syafi’i hanya saja harus dengan air yang
mengalir atau mancur (seperti kran) dan dalam mengusap kepala wajib sedikitnya
seperempat kepala dan sedikitnya memakai tiga jari.
Adapun yang membatalkan wudlu’
menurut madzhab Hanafi ialah :
1.
Keluarnya najis dari
manafidz (lubang badan)
2.
Keluarnya sesuatu dari
dubur
3.
Muntah sepenuh mulut
4.
Keluarnya darah dari
mulut yang mengimbangi banyaknya ludah
5.
Berdarah yang mengalir
6.
Hilangnya akal
7.
Tertawa dengan bersuara
dalam sholat
8.
Persentuhan kulit dengan
intisar
THAWAFNYA
PEREMPUAN HAID
Sebagaimana kita ketahui bahwa
dalam Thawaf, wajib suci dari hadats kecil maupun besar, oleh karenanya agar
dalam melakukan Thawaf ifadlah tidak terhalang oleh datangnya haid, maka
seorang perempuan boleh minum obat untuk untuk memperlambat datangnya haid
apabila tidak membahayakan kesehatannya.
Namun bila haidnya datang
sebelum waktu Thawaf ifadlah, maka
apabila mukim di Makkah masih lama, maka
wajib menunggu suci untuk melakukan Thawaf
ifadlah atau minum obat untuk mempercepat suci.
Tetapi apabila sampai waktu akan
berpangkat pulang atau ke Madinah dan tidak kembali lagi ke Makkah belum suci,
maka boleh taqlid Imam Abu Hanifah, yaitu; mandi dan dibersihkan kemudian
dibalut agar supaya tidak menetes darahnya, kemudian Thawaf ifadlah dan sa’I
(apabila belum sa’I setelah Thawaf qudum)
SUNNAH-SUNNAH THOWAF
1. Berjalan tanpa alas kaki kecuali karena udzur
2. Mencium Hajar Aswad dengan syarat tidak idza’ (mengganggu) orang lain
atau ta-ad-adzi (dirinya terganggu) oleh orang lain akibat berdesakan. Apabila
menimbulkan idza’ ataupun ta-ad-adzi, maka hukumnya haram, kalau berdesakan ( زحمة ) maka sunnah isyarat dengan
tangan kanan ke arah rukun hajar aswad, kemudian sunnah mdenyucup tangan tersebut.
3. Mengusap Rukun Yamani atau hanya isyaroh dengan tangan kanan / tanpa
menyucup tangan (bagi laki-laki)
4. Memperbanyak do’a dalam thowaf
5. Romal (lari-lari kecil) pada tiga putaran pertama dalam thowaf yang
diikuti sa’I (bagi laki-laki)
6. Memakai selempang putih / إضطباع / dengan membuka kain pada
bahu kanan
7. Dekat Ka’bah tapi jangan sampai masuk dalam lingkaran ka’bah
8. Muwalah, yakni melakukan thowaf tanpa berhenti hingga selesai tujuh
kali putaran.
SA’I
Apabila setelah thowaf
kita akan melakukan sa’I, maka kita menuju Shofa (di sebelah timur selatan
ka’bah) sehingga mencapai dataran bukit shofa, lalu kita isyarat dengan tangan
ke Ka’bah sambil membaca :
بِسْمِ اللهِ اللهُ أكْبَرُ
Kemudian kita turun
menuju Marwah sambil memperbanyak membaca dzikir dan do’a, dan terus naik
sehingga mencapai dataran bukit Marwah, kemudian isyarat ke Ka’bah sambil
membaca :
بِسْمِ اللهِ اللهُ أكْبَرُ
Kemudian kita turun
menuju shofa, sesampainya di shofa kita melakukan seperti apa yang kita lakukan
di Marwah. Kemudian kita lanjutkan sa’I sehingga mendapat 7 kali dengan
menghitung dari shofa menuju marwah satu kali dan dari marwah menuju shofa satu
kali, dan kita akhiri sa’I Marwah.
CATATAN :
Antara dua pal hijau dan sekarang juga diberi
tanda lampu hijau, kita disunnahkan berlari-lari kecil (khusus laki-laki) namun
dengan tujuan ibadah, apabila berlari dengan maksud tujuan lain seperti
mengejar kawannya, maka tidak sah sa’inya.
SYARAT-SYARAT SA’I
1.
Wajib memulai sa’I dari
Shofa
2.
Jumlah sa’I hatus yakin 7
kali
3.
Harus benar-benar
mencapai shofa dan marwah
4.
Harus dilakukan setelah
thowaf yang sah (Thowaf qudum, thowag ifadlah atau thowaf umroh
5.
Melakukan sa’I denga
mengadap ke muka, tidak boleh berjalan mundur ataupun miring.
SUNNAH-SUNNAH SA’I
1. Berjalan tanpa alas kaki
2. Suci dari hadats dan menutup aurot
3. Memperbanyak membaca dzikir, al-qur’an dan do’a
4.
Muwalah, yakni melakukan
sa’i tanpa berhenti hingga selesai tujuh kali putaran. Juga disunnahkan muwalah
antara thowaf dan sa’i.
WUQUF
Pada
tanggal 9 Dzulhijjah semua jama’ah haji wajib melakukan wuquf di Padang Arofah,
mulai tergelincirnya matahari (ba’da dhuhur) sampai fajar shubuh 10 Dzulhijjah
walaupun hanya sebentar.
Setelah
melaksanakan wuquf, pada malam harinya kita berangkat menuju muzdalifah
selanjutnya menuju mina.
SUNNAH –
SUNNAH WUQUF
1.
Melakukan wuquf dari
siang sampai malam hari tanggal 9 Dzulhijjah
2.
Memperbanyak membaca talbiyah,
do’a, dzikir dan Al-Qur’an serta membaca sholawat atas Nabi Muhammad SAW
3.
Jama’ Taqdim Dhuhur dan
Ashar dengan diqoshor
4.
Dalam keadaan suci
5.
Menghadap Kiblat
CATATAN :
1.
Apabila
jama’ah haji ketika di Arofah bertepatan pada hari jum’at, maka tidak boleh
melaksanakan sholat jum’at (mendirikan sholat jum’at di Arofah)
2.
Seharusnya
antara jama’ah laki-laki dan perempuan dipisahkan tempatnya
3. Menurut Madzhab Maliki, boleh
qoshor sholat di Arofah, Muzdalifah dan Mina
MELEMPAR
JUMROH
Jumroh ialah tempat dibangunnya tiang sebagai tanda,
jadi bukan tiang yang berdiri sebagaimana anggapan orang, oleh karenanya yang
wajib dilempar bukan tiang yang berdiri, tetapi tempat tiang itu berdiri yang
berupa jedingan. Namun menurut Imam Ar-Romly melempar tiang itu sudah dianggap
cukup apabila batunya jatuh di tempat.
Jumroh
ada tiga :
1.
Jumroh
Aqobah, yang bentuknya kira-kira separuh lingkaran, dalam melemparnya lebih
utama dari muka, namun boleh dari samping dan sebagainya, asalkan batunya masuk
jedingannya.
2.
Jumroh
Wutho
3.
Jumroh
Shughro, kedua jumroh ini bentuknya utuh, jadi melemparnya bisa dari semua
arah.
Melempar
jumroh termasuk salah satu kewajiban haji, dan melempar jumroh ini ada dua
macam :
1. Pada hari Nahr (tanggal 10 Dzulhijjah) melempar jumroh aqobah 7 kali
dengan batu lontar (sebesar kerikil).
Adapun waktunya ialah mulai setelah lewat tengah malam hingga akhir hari
tasyriq.
2. Pada hari-hari tasyriq (tanggal 11, 12 atau 13 Dzulhijjah) setiap hari
melempar 3 jumroh, dimulai dari jumroh sughro, wustho dan terakhir aqobah,
masing-masing 7 kali.
CATATAN
:
1.
Waktu
melempar jumroh pada hari-hari tasyriq ialah ba’da dhuhur, namun Imamul
Haromain dan imam Rofi’I yang diikuti Imam Al-Asnawi memperbolehkan melempar 3
jumroh ini sebelum dhuhur asalkan setelah fajar.
2.
Boleh
melemparkan jumroh orang lain yang udzur, tetapi setelah selesainya kewajiban
diri sendiri, tetapi ada sebagian ulama’ yang memperbolehkan secara bergiliran.
TADARUK
Tadaruk adalah
melempar jumrah pada waktunya pelemparan jumrah yang jatuh setelahnya selama
dalam hari-hari tasyrik. Seperti melempar aqobah setelah tergelincirnya tanggal
11 Dzul Hijjah atau melempar jumrah pada tanggal 11 Dzul Hijjah setelah
tergelincirnya tanggal 12 Dzul Hijjah, Tadaruk ini diperbolehkan.
Apabila
melempar dengan cara Tadaruk pada tanggal 12 Dzul Hijjah bagi yang nafar awal,
maka dalam melempar wajib tertib, yakni mendahulukan melempar jumrah Aqobah
untuk tanggal 10 Dzul Hijjah kemudian melempar Ula wustha Aqobah untuk hari
tasyriq tanggal 11 Dzul Hijjah, kemudian Ula, Wustha, Aqobah, untuk tanggal 12
Dzul Hijjah. Demikiian juga apabila Tadaruk dilaksanakan pada tanggal 13 Dzul
Hijjah bagi yang nafar Tsani.
Jadi
tidak boleh dirangkap dengan melemparkan 21 (dua puluh satu) lemparan kepada
jumrah Ula untuk lemparan 3 (tiga) hari, kemudian Wustha dan Aqobah.
TAHALLUL
Tahallul
ialah lepas dari hal-hal yang diharamkan sebab Ihram. Pada hari Nahr (tanggal
10 Dzul Hijjah), ada 3 (tiga) kewajiban yang bisa dilakukan, yakni :
1.
Melempar Jumrah Aqobah.
2.
Cukur atau memotong
rambut.
3.
Thawaf Ifadlah.
A.
Apabila dua dari tiga
kewajiban tersebut dikerjakan, yakni : melempar Jumrah dan cukur, atau Thawaf
dan melempar Jumrahatau Thawaf dan cukur, maka berarti telah tahallul awal,
oleh karenanya semua yang haram sebab Ihram selain jima’ menjadi halal.
B.
Apabila tiga kewajiban
tersebut di atas telah dikerjakan semua, maka berarti telah Tahallul Tsani
dengan demikian jima’ istrinyapun menjadi halal.
CATATAN :
Tiga kewajiban tersebut di atas sunnah
dikerjakansecara tertib, yakni melempar Jumroh Aqobah, kemudian mencukur rambut
dan terakhir Thawaf Ifadlah.
CUKUR/POTONG RAMBUT
Mencukur atau memotong rambut
kepala adalah termasuk rukun haji, dan yang wajib dipotong sedikitnya wajib 3
(tiga) rambut dan sunnah dilakukan setelah melempar Jumrah Aqobah sebelum
Thawaf Ifadlah.
Perlu diketahui bahwa mencukur
atau memotong rambut tidak harus tukang cukur yang sudah halal, tapi boleh
dipotong sendiri atau kawannya yang diizini, sebab waktunya potong rambut sudah
masuk.
NAFAR
Nafar ialah
meninggalkan Mina. Nafar ini ada 2 (dua) macam yaitu :
1.
Nafar Awwal, yaitu
meninggalkan Mina Pada hari tasyrik kedua (tanggal 12 Dzul Hijjah), hukumnya
boleh dengan syarat :
a.
Setelah menyelesaikan
lempar jumrah (tanggal 12 Dzul Hijjah)
b.
Perginya setelah Dzuhur
sebelum Maghrib. Apabila keluarnya dari Mina sebelum Maghrib kemudian kembali
ke Mina karena keperluan, maka hukumnya boleh dan tidak wajib mabit lagi.
2.
Nafar Tsani, yaitu
meninggalkan Mina pada hari tasyrik ke-3 dan ini lebih utama.
CATATAN :
Menurut Imam Thowus Nafar Awwal boleh sebelum
Dzuhur setelah melempar jumrah. Menurut Abu Hanifah boleh sebelum fajar (13
Dzul Hijjah)
HAJI
TAMATTU’
Sesampainya
di Jiddah (bagi yang langsung menuju Makkah) atau Bir Aly (bagi yang dari
Madinah) kita mandi Sunnatul Ihram dan berpakaian Ihram, kemudian sholat
Sunnatul Ihram dua roka’at, setelah selesai sholat dan akan berangkat kita niat
ihram umroh di dalam hati dan mengucapkan :
نَوَيْتُ اْلعُمْرَةَ وَاَحْرَمْتُ بِهَا لِلَّهِ تَعَالَى . لَبَّيْكَ ألَّلهُمَّ لَبَّيْكَ .
لَبَّيْكَ لَاشَرِيْكَ لَكَ لَبَّيْكَ . إنَّ اْلحَمْدَ وَالنِّعْمَةَ لَكَ
وَالْمُلْكَ . لَاشَرِيْكَ لَكْ
Kemudian
kita berangkat menuju Makkah dengan memperbanyak membaca talbiyah, sesampainya
di Makkah kita menuju Masjidil Haram untuk melakukan Thowaf Umroh di Ka’bah 7
kali putaran kita mencukur / memotong
rambut. Dengan demikian kita telah tahallul dari ihrom umroh, maka semua yang
diharamkan sebab ihrom menjadi halal sambil menunggu tanggal 8 Dzulhijjah kita
bisa melakukan umroh, jama’ah sholat dan tilawatil Qur’an di Masjidil Haram.
Pada
tanggal 8 Dzulhijjah mandi Sunnatul Ihrom dan Sholat Sunnatul Ihrom dua roka’at
di hotel/penginapan, setelah sholat sunnatul ihrom, niat ihrom haji dengan
membaca :
نَوَيْتُ اْلحَجَّ وَاَحْرَمْتُ بِهِ لِلَّهِ تَعَالَى . لَبَّيْكَ ألَّلهُمَّ لَبَّيْكَ .
لَبَّيْكَ لَاشَرِيْكَ لَكَ لَبَّيْكَ . إنَّ اْلحَمْدَ وَالنِّعْمَةَ لَكَ وَالْمُلْكَ
. لَاشَرِيْكَ لَكْ
Kemudian
kita berangkat menuju Arofah untuk melakukan wuquf pada tanggal 9 Dzulhijjah
ba’da dhuhur, pada malam tanggal 10 Dzulhijjah kita berangkat menuju Muzdalifah
untuk mabit, selanjutnya setelah lewat tengah malam kita meneruskan perjalanan
menuju Mina, sesampainya di Mina kita melempar jumrah aqobah, kemudian cukur
rambut dan selanjutnya pergi ke Makkah untuk melakukan thowaf ifadlah dan sa’i.
Setelah
selesai thowaf ifadlah dan sa’I kita kembali ke Mina untuk mabit melempar
jumrah sebagaimana dalam haji ifrad, dan terakhir kita nafar awwal atau nafar
tsani dan selesailah haji dan umroh kita.
THOWAF WADA’
Thawaf
wada’ ini hukumnya wajib kita lakukan apabila akan meninggalkan Makkah untuk
pulang dan sebagainya, yang merupakan pamit. Ada sebagian ulama’ berpendapat
bahwa thowaf wada’ ini hukumnya sunnah dan tidak wajib.
Oleh
karena thowaf wada’ adalah wajib, maka apabila kita telah siap meninggalkan
Makkah, maka kita ambil wudlu’ kemudian menuju Masjidil Haram untuk melakukan
thowaf wada’ 7 putaran dengan niat :
نَوَيْتُ أنْ أطُوْفَ بِهَذَا اْلبَيْتِ طَوَافَ
اْلوَدَاعِ لِلَّهِ تَعَالَى. بِسْمِ اللهِ اللهُ أكْبَرُ
Setelah selesai thowaf
wada’ kita sholat sinnah thowaf dua roka’at di belakang maqam Ibrahim kemudian
kita menuju multazam untuk berdo’a akhirat untuk diri sendiri dan keluarga, dan
jangan lupa agar kembali lagi, berdo’a seperti
يَارَبَّ اْلبَيْتِ
لَاتَجْعَلْ هَذَا أخِرَ عَهْدِنَا
Selesai berdo’a kita
minum air zam-zam kemudian mencium hajar aswad apabila tidak menimbulkan idza’
atau ta’adz-dzi yakni mengganggu orang lain atau diri sendiri terganggu orang
lain sebab hukum idza’ atau ta’ad-dzi ini haram. Kemudian kita meninggalkan
ka’bah dengan penuh rasa berat dan prihatin dengan harapan bias kembali lagi.
CATATAN :
1.
Setelah
selesai thowaf wada’ tidak boleh berdiam dengan duduk, tidur-tiduran atau ke
pasar untuk berbelanja dan sebagainya, sebab apabila ini terjadi maka wajib
mengulangi thowaf wada’ kembali.
2.
Setelah
thowaf wada’, masuk pondokan atau majlisan sekedar untuk mengambil
barang-barang atau menata barang-barang di kendaraan hukumnya boleh sebab tidak
wajib menata barang sebelum thowaf wada’
3.
Waktu
meninggalksn ka’bah jangan berjalan mundur, sebab hukumnya makruh.